Sabtu, 20 November 2010

STUDI KASUS BIMBINGAN DAN KONSELING

Dalam era kemajuan informasi dan teknologi, siswa semakin tertekan dan terintimidasi oleh perkembangan dunia akan tetapi belum tentu dimbangi dengan perkembangan karakter dan mental yang mantap.
Seorang Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor mempunyai tugas yaitu membantu siswa untuk mengatasi permasalahan dan hambatan dan dalam perkembangan siswa.
Setiap siswa sebenarnya mempunyai masalah dan sangat variatif. Permasalahan yang dihadapi siswa dapat bersifat pribadi, sosial, belajar, atau karier. Oleh karena keterbatasan kematangan siswa dalam mengenali dan memahami hambatan dan permasalahan yang dihadapi siswa, maka konselor – pihak yang berkompeten – perlu memberikan intervensi. Apabila siswa tidak mendapatkan intervensi, siswa mendapatkan permasalahan yang cukup berat untuk dipecahkan. Konselor sekolah senantiasa diharapkan untuk mengetahui keadaan dan kondisi siswanya secara mendalam.
Untuk mengetahui kondisi dan keadaan siswa banyak metode dan pendekatan yang dapat digunakan, salah satu metode yang dapat digunakan yaitu studi kasus (Case Study). Dalam perkembangannya, oleh karena kompleksitas permasalahan yang dihadapi siswa dan semakin majunya pengembangan teknik-teknik pendukung – seperti hanya teknik pengumpulan data, teknik identifikasi masalah, analisis, interpretasi, dan treatment – metode studi kasus terus diperbarui.
Studi kasus akan mempermudah konselor sekolah untuk membantu memahami kondisi siswa seobyektif mungkin dan sangat mendalam. Membedah permasalahan dan hambatan yang dialami siswa sampai ke akar permasalahan, dan akhirnya konselor dapat menentukan skala prioritas penanganan dan pemecahan masalah bagi siswa tersebut.

Pengertian Studi Kasus
Kamus Psikologi (Kartono dan Gulo, 2000) menyebutkan 2 (dua) pengertian tentang Studi kasus (Case Study) pertama Studi kasus merupakan suatu penelitian (penyelidikan) intensif, mencakup semua informasi relevan terhadap seorang atau beberapa orang biasanya berkenaan dengan satu gejala psikologis tunggal. Kedua studi kasus merupakan informasi-informasi historis atau biografis tentang seorang individu, seringkali mencakup pengalamannya dalam terapi. Terdapat istilah yang berkaitan dengan case study yaitu case history atau disebut riwayat kasus, sejarah kasus. Case history merupakan data yang terimpun yang merekonstruksikan masa lampau seorang individu, dengan tujuan agar orang dapat memahami kesulitan-kesulitannya yang sekarang . serta menolongnya dalam usaha penyesuaian diri (adjustment) (Kartini dan Gulo, 2000).
Berikut ini definisi studi kasus dari beberapa pakar dalam Psikologi dan Bimbingan Konseling, yaitu ;
Studi kasus adalah suatu teknik mempelajari seorang individu secara mendalam untuk membantu memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik. (I.Djumhur, 1985).
Studi kasus adalah suatu metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seorang murid secara mendalam dengan tujuan membantu murid untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik (WS. Winkel, 1995).
Studi kasus adalah metode pengumpulan data yang bersifat integrative dan komprehensif. Integrative artinya menggunakan berbagai teknik pendekatan dan bersifat komprehensif yaitu data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek pribadi individu secara lengkap (Dewa Ketut Sukardi, 1983).
Studi kasus merupakan teknik yang paling tepat digunakan dalam pelayanan bimbingan dan konseling karena sifatnya yang komprehensif dan menyeluruh. Studi kasus menggunakan hasil dari bermacam-macam teknik dan alat untuk mengenal siswa sebaik mungkin, merakit dan mengkoordinasikan data yang bermanfaat yang dikumpulkan melalui berbagai alat. Data itu meliputi studi yang hati-hati dan interpretasi data yang berhubungan dan bertalian dengan perkembangan dan problema serta rekomendasi yang tepat.
Jadi berdasarkan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa studi kasus adalah suatu studi atau analisa komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik. Bahan dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri/karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok. Analisa itu mencakup aspek-aspek kasus seperti jenis, keluasan dan kedalaman permasalahannya, latar belakang masalah (diagnosis) dan latar depan (prognosis), lingkungan dan kondisi individu/kelompok dan upaya memotivasi terungkapnya masalah kepada guru pembimbing (konselor) sebagai orang yang mengkaji kasus. Data yang telah didapatkan oleh konselor kemudian dinvertaris dan diolah sedemikian rupa hingga mudah untuk diinterpretasi masalah dan hambatan individu dalam penyesuaiannya.

Tujuan Studi Kasus
Studi Kasus diadakan untuk memahami siswa sebagai individu dalam keunikannya dan dalam keseluruhannya. Kemudian dari pemahaman dari siswa yang mendalam, konselor dapat membantu siswa untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. Dengan penyesuian pada diri sendiri serta lingkungannya, sehingga siswa dapat menghadapi permasalahan dan hambatan hidupnya, dan tercipta keselarasan dan kebahagiaan bagi siswa tersebut.

Sasaran Studi kasus
Sasaran studi kasus adalah individu yang menunjukan gejala atau masalah yang serius, sehingga memerlukan bantuan yang serius pula. Yang biasanya dipilih menjadi sasaran bagi suatu studi kasus adalah murid yang menjadi suatu problem (problem case); jadi seorang murid membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik, asal murid itu dalam keadaan sehat rohani/ tidak mengalami gangguan mental.

Ciri-ciri Studi kasus
Metode Studi kasus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data yang lengkap; studi kasus memerlukan data yang komprehensif dari setiap aspek kehidupan siswa. Data yang lengkap sangat menentukan identifikasi dan analisis masalah. Apabila data tidak lengkap dan terjadi kesalahan dalam identifikasi dan analsis masalah maka besar kemungkinan terjadi salah penanganan (treatment) dan bahkan dapat terjadi malpraktik.
2. Bersifat rahasia ; studi kasus tidak dapat dipisahkan dari bimbingan dan konseling, maka salah satu kode etik dalam konseling yaitu asas kerahasiaan. Asas kerahasiaan sangat penting untuk menjaga kepercayaan konseli (baca : siswa). Disisi lain, sangat mungkin informasi yang diperoleh belum pasti apa adanya, maka sangat berbahaya apabila informasi tersebut tersebar dan timbul salah persepsi kepada individu dari berbagai pihak. Dan hendaknya hanya konselor yang menangani dan pihak-pihak yang dianggap perlu mengetahui keadaan konseli sebenarnya.
3. Dilakukan secara terus menerus (kontinyu): studi kasus juga merupakan proses memahami perkembangan siswa, maka perlu dilakukan pemahaman secara terus menerus sehingga terbentuk gambaran individu yang obyektif dalam berbagai segi kehidupan individu yang berpengaruh pada masalah yang dihadapinya.
4. Pengumpulan data dilakukan secara ilmiah: studi kasus harus bisa dipertanggung jawabkan secara rasional dan obyektif. Maka pengumpulan data juga harus dilakukan secara ilmiah dengan mengacu kaedah-kaedah yang rasional dan dapat dipertanggung jawabkan kebenaran dan validitasnya.
5. Data yang diperoleh dari berbagai pihak : Data yang dikumpulkan dalam studi kasus haruslah relevan dengan permasalahan yang dihadapi siswa. Pengumpulan data tentang siswa yang bermasalah didapatkan dari berbagai pihak yang berhubungan dengan siswa tersebut. Untuk memilih pihak sumber informasi perlu mengingat hubungan orang tersebut apakah dekat/mempengaruhi dalam permasalahan siswa, mempunyai informasi yang dapat dipertanggung jawabkan yang bukan berdasarkan gossip, rumor atau kabar burung, mempunyai informasi yang relevan dengan permasalahan individu.

Alat / Metode Pengumpulan data dalam studi kasus
Terdapat banyak metode yang dapat dipakai dalam mengumpulkan data untuk kepentingan identifikasi masalah siswa. Yaitu ;
a. kartu pribadi
b. angket
c. wawancara informatif
d. buku rapor
e. home visit
f. testing
g. rating scale
h. otobiografi
i. sosiometri
j. studi dokumentasi
k. Daftar Cek Masalah (DCM)
Karena di kebanyakan sekolah pelayanan Bimbingan dan Konseling baru mulai dikembangkan, dan alat pengumpulan data dan pengumpulan data tidak mungkin diadakan secara serentak, tidak mungkin dan bijaksana untuk mulai menggunakan alat-alat itu sekaligus. Maka ditentukan prioritas teknik yang dapat dipakai secara efektif dan efisien.
Data yang dikumpulkan dalam Studi Kasus
Data yang dikumpulkan dalam studi kasus adalah sebagai berikut;
1. identitas diri
2. latar belakang keluarga
3. lingkungan hidup (social ekonomi)
4. riwayat pertumbuhan dan perkembangan
5. riwayat kesehatan
6. testing dalam berbagai bidang
7. riwayat pendidikan sekolah
8. pola kesusilaan dan keyakinan hidup
9. riwayat pelanggaran hidup
10. pergaulan dengan teman-teman.
Langkah-langkah dalam Studi kasus
1. perencanaan
2. pengumpulan data
3. penggunaan dan pengolahan data
4. sintesa dan interpetasi data
5. membuat perencanaan pelaksanaan pertolongan
6. evaluasi dan follow up

Bagian-bagian Studi Kasus
Studi kasus sebagai metode untuk mengadakan persiapan konseling dapat kita lihat adannya bermacam-macam bagian, yaitu ;
1. data identitas (data pengenal)
2. tanda-tanda atau gejala yang nampak
3. data-data disekitar klien;
a. latar belakang keluarga (family background) antara lain;
- lingkungan rumah
- hubungan antar keluarga
- disiplin dalam rumah
- status perkenomian keluarga
- bagaimana pola asuh orang tua, dan sikap anak kepada orang tua.
b. Latar belakang jasmani dan kesehatan anak, antara lain ;
- kesehatan anak pada umumnya
- ciri-ciri jasmani
- keadaan alat indera pada umumnya
- keadaan physical defect (jika ada)
c. Data mengenai pendidikan
- hasil kemampuan belajar (record) di sekolah
- kemajuan dan kemunduran di sekolah
- kemampuan mengikuti pelajaran, dsb
d. Social Behavior dan minatnya:
- hobinya
- hubungan sosialnya
- kepercayaan kepada diri sendiri
- inisiatifnya, dsb
e. Data Psycho Test (Kejiwaan) :
- perhatiannya
- bakatnya
- achievementnya, dsb
Contoh data dan metode Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan melalui beberapa metode, yang terangkum di bawah ini;

No. Jenis Data Alat/Metode Pengumpulan Data
1. Latar Belakang Keluarga Kuisoner, Wawancara Informatif, Home Visit, Otobiografi
2. Riwayat Sekolah Kuisoner, Wawancara Informatif, Otobiografi, Studi Dokumentasi
3. Hasil Belajar Tes Hasil Belajar, Studi Dokumentasi (Raport)
4. Kemampuan Intelektual Tes Intelegensi, Studi Dokumentasi (rapor)
5. Bakat Khusus Tes Bakat Khusus, Wawancara Informatif (buku rapor)
6. Minat Tes Minat, Kuisoner, wawancara informative
7. Kesehatan Jasmani Kuisoner, wawancara informative, home visit, studi dokumentasi
8. Sikap/Sifat Kepribadian Anekdota, rating scale, sosiometri, otobiografi, tes kepribadian
9. Rencana Hari Depam Kuisoner, wawancara informative, otobiografi

Setiap masalah yang dialami oleh siswa terdapat gejala yang mengiringinya. Gejala bukanlah masalah intinya namun adalah perilaku menyimpang yang mengindikasikan bahwa seseorang mengalami masalah. Berikut ini merupakan contoh kasus, yang dapat ditangkap gejala yang menunjukan masalah bagi siswa.
Contoh kasus I
Seorang siswa SMU kelas II IPS, laki-laki menunjukan gejala jarang masuk sekolah, sering melanggar tata tertib sekolah, dan prestasi belajarnya rendah.
Siswa tersebut sering bolos, terutama kalau akan menghadapi mata pelajaran matematika. Pada akhir tahun yang lalu yang bersangkutan termasuk salah seorang yang dipermasalahkan untuk kenaikan kelasnya. Di rumah, siswa tersebut tidak mempunyai tempat belajar sendiri; dia belajar di tempat tidurnya. Ia banyak membantu kegiatan keluarga sehingga seringkali terlambat masuk sekolah.
Data lain menunjukan bahwa siswa yang bersangkutan adalah anak keenam dari sebelas bersaudara. Tiga orang saudaranya sudah berada di Perguruan Tinggi, dan salah seorang adiknya juga berada di kelas III IPA di sekolah yang sama.
Siswa yang bersangkutan sebenarnya kurang berminat terhadap bidang studi IPA. Dalam menyelesaikan salah satu tugas rumahnya pernah terjadi bentrok dengan salah seorang gurunya.
Ada beberapa gejala yang terdapat pada kasus di atas, yaitu :
1. Jarang masuk sekolah atau sering bolos.
2. sering melanggar tata tertib sekolah
3. prestasi belajarnya rendah.
4. sering terlambat masuk sekolah
5. kurang berminat terhadap bidang studi IPA dan Matematika.
6. bentrok dengan salah seorang Guru
Temukan Gejala-gejala yang menunjukan masalah, pada contoh kasus II ;
Contoh kasus II
DH seorang gadis berumur 16 tahun dia merupakan siswi Kelas II di sebuah sekolah swasta yang cukup elite. DH gadis yang cukup cantik dikalangan teman-temannya. orang tuanya cukup kaya dibanding dengan teman satu sekolahnya. Gadis ini merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Ayah DH bekerja di bidang pertambangan, oleh karena tuntutan pekerjaan, ayah DH harus bekerja sebulan penuh di luar pulau. Dan kiemudian cuti selama 2 minggu sesudahnya. Ibu DH bekerja sebagai seorang Guru di SMP negeri di kotanya. Ibu DH bekerja hingga tengah hari, sering DH dijemput dan pulang bersama ibunya mengendarai motor ibunya. Dan kakak laki-laki DH menuntut ilmu di Perguruan Tinggi di lain kota, dan kakak DH pulang pada saat libur akademik.
DH mempunyai fasilitas belajar yang sangat lebih. Tidak pernah DH merasa sangat kekurangan. DH gadis yang sangat di sukai di sekolahnya, oleh karena cantik dan kaya. Namun prestasi belajar DH biasa-biasa saja. Tidak ada yang menarik dari DH selain kecantikan, kekayaan, dan sikap mudah bergaul dengan orang lain.
DH seperti halnya remaja lain, yang masih senang terus dan masih sangat kurang memikirkan resiko-resiko atas tindakannya. DH mempunyai Hand Phone dengan fitur canggih dilengkapi kamera dan pemutar video digital. Dari Handphone ini DH sering menonton film biru – porno, yang didapatkannya dari teman – temannya atau dari internet. Selain itu DH juga serng mengakses film porno di internet. Seolah DH sudah mulai kecanduan film porno yang digemari bersama-sama teman-temannya.
DH remaja yang merasakan cinta pertama, dia mempunyai pacar seorang mahasiswa tingkat awal di sebuah perguruan tinggi di kotanya. Oleh cinta pertama ini DH berani banyak berkorban untuk hubungannya. Dia pernah melakukan hubungan seksual dengan pacarnya di rumah pacarnya , saat orang tuanya pergi.
Perubahan banyak terjadi pada DH, DH sering membolos dari sekolah. Dan pacaran di rumahnya yang dalam keadaan sepi, atau di tempat-tempat wisata yang menyediakan penginapan. Bahkan pada akhir minggu DH berbohong pada orang tuanya dengan alasan pergi ke rumah teman wanita ternyata pergi bersama pacarnya. DH sudah mulai kecanduan pada hubungan suami istri.
DH mengalami kemunduran dalam prestasi belajarnya. Di kelas sering melamun, dan terlihat susah konsentrasi. Saat melamun DH tampak kuatir. Dia lebih sering mencoret-coret buku catatannya, sehingga DH sering tidak mempehatikan pelajaran yang diikutinya. Oleh karena itu DH sering mengerjakan PR saat pagi hari di sekolah dengan meminjam pekerjaan temannya, juga sering tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru.

2. Kasus dan kaitannya dengan bidang-bidang bimbingan konseling
a. permasalahan yang dialami siswa di SMU dapat dibedakan atas 4 bidang, yaitu ;
1. Masalah siswa dalam hal pribadi
Pada kasus I terlihat masalah siswa yang bertalian dengan masalah pribadi yang berkaitan dengan moralitas ialah:
• melanggar tata tertib sekolah,
• membolos
• terlambat masuk sekolah
2. Masalah siswa dalam hubungan social
Yang berkaitan dengan masalah social pada kasus I ialah ;
• Bentrok dengan guru
3. Masalah siswa dalam belajar
Yang berkaitan dengan masalah belajar atau pencapaian prestasi akademik yaitu;
• Prestasi belajar yang rendah
• Kurang berminat pada IPA
4. Masalah siswa dalam hal karier
b. Format untuk melihat masalah siswa menurut bidang bimbingan.
Format ini digunakan sebagai suatu teknik untuk membantu para praktikan bimbingan dan konseling di sekolah untuk memeriksa, apakah permasalahan yang dialami siswa itu meliputi bidang apa saja. Kemudian setiap bidang masalah dapat dikenali gejalanya meliputi apa saja
Contoh Format Inventarisasi gejala masalah siswa menurut bidang bimbingan
Nama Konseli : … … … … … … … … … … … …
Jenis Kelamin : … … … … … … … … … … … …
Kelas : .. … … … … …. …. …. …. … … ..

1. Masalah Pribadi :
a. : … …. …. …. …. …. … …. … … .. … .
b. : … … … … … … … … … … … … … .
c. : .. … .. … … … … … … … … … … …
2. Masalah Sosial :
a. : … … … … … … … … … … … … … …
b. : … … … … … … … … … … … … … …
c. : … … … … … … … … … … … … … …
3. Masalah Belajar
a. : … … … … … … … … … … … … … …
b. : … … … … … … … … … … … … … …
c. : … … … … … … … … … … … … … …
4. Masalah Karier
a. : … … … … … … … … … … … … … …
b. : … … … … … … … … … … … … … …
c. : … … … … … … … … … … … … … …

3. Rincian, Sebab dan Akibat Suatu Kasus
Di bawah ini akan dipaparkan contoh-contoh rincian permasalahan dalam suatu kasus, kemudian menyajikan perkiraan sumber penyebabnya serta perkiraan akibat yang mungkin timbul jika kasus itu tidak ditangani.
kemungkinan penyebab dan akibat suatu kasus
Salah satu langkah yang perlu dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling untuk menangani suatu kasus seseorang siswa ialah mengetahui kemungkinan sumber penyebab masalahnya sebagai latar belakang kasus atau aspek diagnosis dari sesuatu kasus. Aspek diagnosis itu adalah tinjauan ke masa yang lampau yang diduga menjadi sumber penyebab timbulnya masalah pada diri siswa. Setiap permasalahan yang terdapat pada diri siswa itu tentu ada penyebabnya. Ada dua pertimbangan paling tidak yang dapat digunakan untuk dapat diduga menjadi seumber penyebab itu, yaitu pengalaman empiris dan kajian secara teoritis. Tepatnya langkah dalam membuat keputusan diagnosis ini memungkinkan tepatnya langkah aspek prognosis dan hal itu akan memungkinkan tepatnya bentuk bantuan yang diberikan untuk mengatasi masalah.
Membuat perkiraan kemungkinan penyebab atau aspek prognosis sesuatu kasus perlu dilakukan oleh para Guru Pembimbing. Dengan membuat diagnosa ini, Guru Pembimbing dapat meramalkan kemungkinan keberhasilan melalui sesuatu bentuk usaha bantuan yang dapat ditempuh Guru Pembimbing. Atau apa kemungkinan akibat yang lebih buruk akan terjadi apabila kasus dibiarkan saja tanpa intervensi atau bantuan Guru Pembimbing.
Berikut ini diberikan contoh uraian beberapa gejala yang terdapat pada kasus I, rincian masalahnya, kemungkinan penyebab masalah atau aspek diagnosis, dan kemungkinan akibat yang muncul dari masalah itu atau aspek prognosisnya.
1. membolos (kasus I).
Makna atau rincian membolos ialah :
a. berhari-hari tidak masuk kelas
b. tidak masuk sekolah tanpa alasan yang jelas dan ijin
c. sering keluar pada jam tertentu
d. tidak masuk kembali setelah meminta ijin
e. masuk sekolah berganti hari
f. mengajak teman-teman untuk keluar pada mata pelajaran yang tidak disenangi.
g. Minta ijin keluar dengan berpura-pura sakit atau alasan lainnya.
h. Mengiririmkan surat ijin tidak masuk dengan alasan yang dibuat-buat
i. Meninggalkan sekolah pada jam pelajaran tanpa ijin dan tidak kembali ke sekolah.
Kemungkinan sebab ;
a. tidak senang dengan sikap dan pengajaran Guru
b. merasa kurang mendapatkan perhatian dari guru
c. merasa tidak nyaman oleh karena sikap guru
d. proses belajar dan mengajar yang membosankan
e. merasa gagal dalam belajar
f. kurang berminat terhadap mata pelajaran
g. terpengaruh oleh teman yang suka membolos
h. takut masuk sekolah karena tidak membuat tugas yang diberikan guru
i. tidak membayar kewajiban membayar uang sekolah
kemungkinan akibat :
a. minat terhadap pelajaran akan semakin kurang
b. gagal dalam ujian
c. hasil belajar yang diperoleh tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki
d. tidak naik kelas
e. penguasaan terhadap materi pelajaran tertinggal dari teman-teman lainnya.
f. Dikeluarkan dari sekolah
2. melanggar tata tertib (kasus I)
makna atau rincian melanggar tata tertib ialah :
a. sejumlah tata tertib sekoah tidak dipatuhi, misalnya tentang kehadiran di sekolah, baju berseragam, tempat duduk dalam kelas, penyelesaian dalam tugas-tugas.
b. Pelanggaran tersebut kelihatannya bukan tanpa disengaja
c. Pelanggaran tersebut dilakukan berkali-kali
Kemungkinan penyebab
a. tidak begitu memahami kegunaan masing-masing aturan atau tata tertib yang berlaku di sekolah, hal itu terjadi mungkin karena aturan tersebut tidak didiskusikan dengan siswa sehingga hanya terpaksa mengikutinya.
b. Siswa yang bersangkutan terbiasa hidup terlalu bebas, bak di rumah maupun di masyarakat.
c. Tindakan yang dilakukan terhadap pelanggaran terlalu keras sehingga siswa mereaksi secara tidak wajar (negative).
d. Cirri khusus perkembangan remaja yang agak sukar diatur tetapi belum dapat mengatur diri sendiri
e. Ketidak puasan pada mata pelajaran tertentu dilampiaskan pada pelanggaran terhadap tata tertib sekolah
Kemungkinan akibat
a. tingkah laku siswa semakin tidak terkendali
b. terjadi kerengganan hubungan antara guru dan murid
c. suasana sekolah dirasakan kurang menyenangkan bagi siswa
d. proses belajar mengajar terganggu
e. kegiatan belajar siswa terganggu
f. nilai rendah
g. tidak naik kelas; dikeluarkan dari sekolah
3. Prestasi Belajar Rendah
Makna atau rincian prestasi belajar rendah ialah ;
a. gagal dalam beberapa macam mata pelajaran
b. nilai tugas, tes dan ujian rendah
c. dari waktu ke waktu nilai semakin menurun
d. mendapat peringkar di bawah rata-rata untuk berbagai atau setiap mata pelajaran
e. kemampaun belajar di bawah rata-rata kelas
pada kasus I yaitu prestasi belajar yang rendah diduga kemungkinan penyebabnya ialah :
a. tingkat kecerdasan di bawah rata-rata
b. malas belajar
c. motivasi belajar rendah
d. kurang minat pada proses belajar mengajar
e. kekurangan sarana belajar
f. suasana sosio-emosional di rumah kurang mendukung untuk belajar dengan baik
g. proses belajar-mengajar di sekolah kurang memungkinkan siswa belajar dengan baik.
Kemungkinan akibat
a. minat / motivasi belajar semakin menurun
b. tidak naik kelas
c. dikeluarkan dari sekolah
d. frustasi yang mendalam
e. tidak mampu melanjutkan sekolah
f. kesulitan mencari kerja
4. Kurang berminat pada bidang studi tertentu (Kasus I)
Makna atau rincian kurang berminat pada bidang studi tertentu ialah ;
a. tidak dapat memusatkan perhatian untuk mempelajari materi-materi yang terkait pada bidang tersebut
b. berusaha tidak mengikuti mata pelajaran yang bersangkutan dengan bidang studi tersebut
c. tidak mengerjakan tugas-tugas dalam mata perlajaran tersebut
kemungkinan sebab
a. tidak memiliki bakat dalam bidang tersebut
b. lingkungan tidak menyokong untuk pengembangan bidang tersebut
c. proses belajar mengajar untuk bidang terserbut tidak menyenangkan
d. siswa sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi hasilnya selalu rendah
e. dorongan dari guru dan sekolah kurang
f. sarana belajar mengajar kurang menunjang
g. memilih bidang tersebut dari ikut-ikutan, atau dorongan orang tua atau orang lain.
Kemungkinan sebab ;
a. pindah jurusan
b. terjadi ketidak-kesesuaian antara keinginan orang tua dan pilihan siswa
c. kegiatan belajar untuk bidang-bidang studi lain menjadi terganggu.
d. Motivasi belajar semakin turun
5. Bentrok dengan guru (kasus I)
Makna atau rincian bentrok dengan guru ialah ;
a. tidak mengikuti pelajaran dengan guru tersebut
b. tidak mau bertemu dengan guru tersebut
c. jika bertemu tidak mau tergur sapa dengan guru tersebut
d. memakai kata-kata ataupun bersikap tidak sopan terhadap guru tersebut
e. mempengaruhi kawan-kawannya untuk bersikap serupa terhadap guru tersebut
kemungkinan sebab :
a. tidak menyukai bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut
b. siswa membuat kesalahan dan ketika ditegur oleh guru tersebut siswa tidak mau menerima teguran tersebut
c. berwatak pemberang
d. kurang memahami aturan dan sopan santun yang berlaku di sekolah
e. aturan dan sopan santun yang berlaku lingkungan tempat tinggal berbeda dengan yang berlaku di sekolah
kemungkinan akibat :
a. memperoleh nilai “mati” dari guru yang bersangkutan
b. hubungan dan kegiatan belajar dengan guru-guru lain menjadi terganggu
c. tidak naik kelas
d. dikeluarkan dari sekolah
6. terlambat masuk sekolah (kasus I)
makna atau rincian terlambat masuk sekolah ialah :
a. sering tiba di sekolah setelah jam pelajaran di mulai
b. memakai waktu istirahat melebihi waktu yang ditentukan
c. sengaja melambat-lambatkan diri masuk kelas meskipun tahu jam pelajaran sudah dimulai.
Kemungkinan sebab :
a. jarak antara rumah dan sekolah jauh
b. kesulitan transportasi ke sekolah
c. terlalu banyak kegiatan dir rumah sebelum sekolah
d. terlambat bangun
e. gangguan kesehatan tidak menyukai suasana sekolah
f. tidak menyukai satu atau lebih mata pelajaran
g. tidak menyiapkan pekerjaan rumah (PR)
h. kurang mempunyai persiapan untuk kegiatan di kelas
i. terlalu asyik dengan kegiataan di luar sekolah
kemungkinan akibat
a. nilai rendah
b. tidak naik kelas
c. hubungan dengan guru terganggu
d. hubungan dengan kawan sekelas terganggu
e. kegiatan di luar sekolah tidak terkendali
4. kondisi kasus
Ada tiga hal kondisi kasus yang harus dicermati oleh guru pembimbing, agar jangan samapai terjerumus kepada suatu sikap yang bertentangan dengan kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Kondisi kasus yang dimaksud ialah berkenaan dengan istilah “berat atau ringan”, “sehat atau sakit”, “normal atau tidak normal” suatu kasus. Setiap permasalahan yang dialami siswa dapat dikenali dari gejala yang tampak di permukaan. Gejala itu perlu dipelajari secara cermat dan mendalam, sebab di balik gejala-gejala yang kelihatan sepintas lalu digolongkan sebagai masalah yang ringan, kemungkinan tersembunyi masalah yang berat. Gejala yang mudah ditangkap itu biasanya berkaitan dengan masalah yang tersembunyi itu. Pada kasus II di atas terlihat gejala siswa sering tidak masuk ke sekolah berkaitan dengan kondisi psikologis yang dialaminya bersumber pada keadaan keluarganya, khususnya perbuatan ayahnya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap gejala itu perlu secara mendalam dan komprehensif, agar analisa lebih cermat dan jenis bantuan pun dapat labih terarah.
Guru pembimbing hendaknya tidak menolak menangani suatu kasus oleh karena masalahnya dianggap berat. Berat ringannya masalah itu tidak menjadi ukuran sikap guru Pembimbing untuk menangani suatu kasus itu.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian ialah titik berangkat seorang Guru Pembimbing dalam menghadapi siswa bermasalah. Siswa yang mempunyai permasalahan itu hendaknya jangan diperlakukan sebagai ‘orang sakit’, dan siswa yang tidak memperlihatkan adanya gejala yang menyimpang dianggap “orang sehat”. Sikap menggolong-golongkan seperti itu kurang tepat, baik penggolongan sakit dan sehat itu dilihat dari segi fisik maupun psikis. Walaupun pada kenyataannya sering terjadi bahwa gangguan fisik dapat bersumber awal dari gangguan psikis. Jika memang secara sungguh-sungguh terlihat ada gangguan fisik tentu perlu dialih tangankan ke dokter, dan jika gangguan psikisnya sudah melampaui kewenangan Guru Pembimbing, maka perlu dialih-tangankan ke pihak yang lebih berwenang seperti psikiater.
Demikian juga kondisi kasus yang dianggap normal atau tidak normal. Janganlah guru pembimbing beranggapan bahwa siswa yang menunjukan perliku “menyimpang” itu bersumber dari gangguan psikologis. Para guru pembimbing hendaknya berangkat dari pemikiran bahwa :
a. siswa yang bermasalah itu mempunyai kemapuan intelektual normal, tetapi ia mengalami gangguan emosional psikologis.
b. Siswa yang bermasalah itu bukan melakukan sesuatu perbuatan yang berkaitan dengan kejahatan / criminal, yang perlu mendapat sangsi hokum.
Sikap guru pembimbing menangani sesuatu kasus hendaknya tidak bersumber pada keengganan yang subyektif emosional. Sikap yang benar diharapkan dari guru pembimbing hendaknya berlandaskan sikap professional, yakni berdasarkan pertimbangan keterbatasan kewenangan keahlian lah yang perlu diserahkan kepada pihak lain.
5. Upaya Memahami Kasus
a. beberapa alasan yang digunakan sebagai bahan peritmbangan untuk mengadakan studi kasus, yaitu :
• Ada permasalahan khusus / istimewa yang dialami oleh siswa yang ditemukan oleh guru pembimbing
• Guru Pembimbing ingin mengetahui secara menyeluruh dan mendalam tentang kasus itu, terutama berkenaan dengan sumber penyebabnya dan jenis masalah yang dihadapi siswa itu.
• Untuk segera dibantu untuk diatasi masalah yang tengah dihadapi siswa itu.
• Temuan yang diperoleh melalui pengalaman guru Pembimbing itu digunakan juga sebagai dasar teori untuk menangani permasalahan siswa lain.
b. Langkah-langkah dalam upaya memahami kasus
pemahaman terhadap suatu kasus perlu dilakukan secara menyeluruh, mendalam, dan objektif. Menyeluruh artinya meliputi semua jenis informasi yang diperlukan, baik kemampuan akademik, keadaan social psikologis termasuk bakat, minat, sikap, keadaan fisik, lingkungan keluarga. Infomasi itu dipelajari melalui berbagai cara termasuk wawancara konseling, kunjungan rumah, observasi, catatan kumulatif. Penjelajahan jenis informasi melalui cara itu bukan saja menambah pemahaman yang lebih luas, melainkan juga pemahaman semakin mendalam, dan tentunya informasi atau data yang terkumpul itu haruslah akurat dan objektif. Untuk maksud tersebut di atas, upaya yang perlu dilakukan oleh guru pembimbing ialah ;
1. mengenali gejala
Pertama-tama tentu kita mengamati adanya suatu gejala, gejala itu mungkin ditemukan atau diperoleh dengan beberapa cara ;
a. Guru Pembimbing menemukan sendiri gejala itu pada siswa yang mempunyai masalah,
b. Guru mata pelajaran memberikan informasi adanya siswa yang bermasalah kepada guru pembimbing.
c. Wali kelas meminta bantuan guru pembimbing untuk menangani seseorang siswa yang bermasalah berdasar informasi yang diterimanya dari pihak lain, seperti siswa, para guru ataupun pihak tata usaha.
2. Membuat deskripsi kasus
Setelah gejala itu dipahami oleh guru pembimbing, kemudian dibuatkan suatu deskripsi kasusnya secara objektif, sederhana, tetapi cukup jelas.
3. Setelah deskripsinya dibuat, dipelajari lebih lanjut aspek ataupun bidang-bidang masalah yang mungkin dapat ditemukan dalam deskripsi itu. Kemudian ditentukan jenis masalahnya, apakah menyangkut masalah pribadi, social, belajar ataupun karier.
4. jenis masalah yang sudah dikelompokan itu dijabarkan dengan cara mengembangkan ide-ide atau konsep-konsep menjadi lebih rinci, agar lebih mudah memahami permasalahannya secara cermat.
5. adanya jabaran masalah yang lebih terinci itu dapat membantu guru pembimbing untuk membuat perkiraan kemungkinan sumber penyebab masalah itu muncul.
6. perkiraan kemungkinan seumber penyebab itu membantu kita menjelajahi jenis informasi yang dikumpulkan, sumber informasi yang perlu dikumpulkan, dan teknik atau alat yang digunakan dalam pengumpulan informasi atau data.
7. membuat perkiraan kemungkinan akibat yang timbulo dan jenis bantuan yang dapat diberikan merupakan langkah penting, agar kita dapat menjajaki kemungkinan memberikan bantuan. Apakah bantuan langsung ditangani oleh guru pembimbing atau perlu konferensi kasus ataupun alih tangan kasus.
8. langkah pengumpulan data itu terutama melihat jenis infomasi atau data yang diperlukan seperti kemampuan akademik, sikap atau kepribadian, bakat, minat dsb. Dengan cara atau teknik apa jenis informasi atau data tersebut diperoleh, apakah melalui teknik tes atau teknik nontes.
9. kerangka berpikir seorang Guru Pembimbing untuk menentukan langkah-langkah menangani dan memahami kasus sebagaimana dikemukakan di atas dapat digambarkan skemanya sebagai berikut.
Confirm To Admin


6. Penyikapan terhadap Kasus
Telah disebutkan di atas bahwa penyikapan terhadap kasus berlangsung sejak awal penerimaan kasus untuk ditangani sampai dengan berakhirnya keterlibatan perhatian dan tindakan Gur Pembimbing terhadap kasus tersebut. Penyikapan yang menyeluruh itu mencakup segenap aspek permasalahan yang ada di dalam kasus dan segenap langkah ataupun pertahapan pada sepanjang proses penanganan kasus secara menyeluruh.
Penyikapan pada umumnya mengandung unsur-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan terhadap obyek yang disikapinya. Dalam bimbingan dan konseling, ketiga unsur tersebut mengacu kepada berbagai hal yang telah ditampilkan sebelum ini. Unsur kognisi mengacu kepada wawasan, keyakinan, pemahaman, penghayatan, pertimbangan dan pemikiran Guru Pembimbing tentang keberadaan manusia, hakekat dmensi kemanusiaan dan pengembangannya, pengaruh lingkungan, peranan pelayanan bimbingan dan konseling, kasus dan berbagai permasalahan yang dikandungnya, pemahaman dan penanganan kasus. Unsur afeksi menyangkut suasana perasaan, emosi dan kecenderungan bersikap berkenaan dengan keberadaan manusia sampai dengan penanganan kasus tersebut. Unsur perlakuan berkaitan dengan tindakan terhadap kasus yang ditangani, sejak diserahkannya kasus sampai berakhirnya keterlibatan penanganan.
Unsure-unsur kognisi yang mendasari penyikapan terhadap kasus, pada garis bersarnya ialah sebagai berikut :
1. keyakinan dan penghayatan bahwa manusia ditakdirkan sebagai mahkluk yang paling unik dan mempunyai derajat yang paling tinggi.
2. keyakinan dan penghayatan bahwa keunikan dan derajat paling tinggi itu terwujud dalam bentuk kesenangan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat dalam arti seluas-luasnya.
3. pemahaman dan penghayatan bahwa keempat dimensi kemanusiaan perlu dikembangkan secara serempak dan optimal menuju perwujudan manusia seutuhnya.
4. pemahaman dan penghayatan bahwa dalam perjalanan hidupnya seseorang dapat mengalami berbagai permasalahan yang menggangu perkembangan keempat dimensi kemanusiaannya.
5. pemahaman dan penghayatan bahwa factor-faktor lingkungan, disamping factor-faktor yang terkandung di dalam dimensi kemanusiaan, sangat besar pengaruhnya terhadap pengembangan dimensi-dimensi itu di satu segi, dan terhadap timbulnya permasalahan pada diri seseorang di segi lainnya.
6. pemahaman dan penghayatan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling, bersama-sama dengan pelayanan pendidikan pada umumnya, mampu memberikan bantuan kepada orang-orang yang sedang mengalami perkembangan dan mengalami masalah demi teratasinya masalah-masalah mereka itu.
7. pemahaman dan penghayatan bahwa seseorang yang sedang mengalami masalah tidak seharusnya dan tidak serta merta dianggap sebagai terlibat masalah criminal atau perdata, ataupun sedang menderita penyakit jasmani atau rohani, ataupun sebagai orang yang tidak normal. Sebaliknya, seorang yang sedang mengalami masalah pertama-tama harus dianggap dan diperlakukan sebagai orang yang tidak tersangkut paut pada perkara criminal atau perdata, dan sebagai orang yang sehat dan normal.
8. pemahaman dan penghayatan bahwa permasalahan seseorang sebenarnya besar kemungkinan tidak tepat sama dengan yang tampak pada pendeskripsian awa;. Oleh karena itu, diperlukan uapaya pendalaman lebih lanjut untuk dapat dicapainya pemahaman yang lengkap dan mantap berkenaan denga permasalahan tersebut.
9. pemahaman dan penghayatan bahwa diperlukan strategi dan teknik-teknik khusus untuk mengatasi atau memecahkan masalah-masalah pokok yang dialami seseorang.
10. pemahaman dan penghayatan bahwa dalam menangani permasalahan seseorang perlu dilibatkan berbagai pihak, sumber dan unsure untuk secara efektif dan efisien mengatasi atau memecahkan permasalahan tersebut.
Keyakinan, pemahaman dan penghayatan tersebut di atas diturunkan ke dalam bentuk-bentuk pola tingkah laku yang mencerminkan kecenderungan efektif, pola perilaku tersebut antara lain yaitu :
1. memberikan penghargaan dan pernghormatan yang setinggi-tingginya terhadap kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.
2. berupaya, sesuai dengan kehalian yang dimiliki, ikut mengembangkan secara optimal keempat dimensi kemanusiaan secara selaras, serasi, dan seimbang menuju perwujudan manusia seutuhnya, demi keselarasan hidup dan kebahagiaan kehidupan kemanusiaan di dunia, baik secara individual maupun kelompok.
3. berempati kepada orang yang mengalami permasalahan yang menghambat pengembangan keempat dimensi kemanusiaan dan merintangi tercapainya kondisi yang menyenangkan dan membahagiakan mereka.
4. berusaha seoptimal mungkin menerapkan keahlian yang dimiliki untuk membantu orang-orang yang bermasalah agar masalah mereka dapat teratasi dalam waktu yang secepat dan dengan solusi yang secepat-cepatnya.
5. Bersikap positif terhadap orang yang mengalami masalah; tidak menudingnya terlibat dalam perkara criminal ataupun perdata, serta tidak menganggapnya abnormal, atau menderita sakit jasmani atau rohani sampai ternyata mereka memang memerlukan bantuan dari ahli-ahli penyakit jasmani atau rohani.
6. bertindak hati-hati, teliti, tekun dan bertanggung jawab dalam menangani permasalahan seseorang, sejak awal diserahi tanggung jawab untuk menangani permasalahan itu sampai sedapat-dapatnya mencapai taraf pemecahan masalah yang paling jauh.
7. dengan penuh kesadaran mengembangkan wawasan, ide-ide, strategi dan teknik-teknik serta menerapkannya secara tepat terhadap permasalahan yang dialami seseorang.
8. tidak menahan permasalahan seseorang untuk ditangani sendiri saja, melainkan akan melibatkan dan mendayagunakan sebesar-besarnya pihak-pihak, sumber dan unsure-unsur lain yang diharapkan akan dapat memberikan kemudahan dan keuntungan bagi pemecahan masalah yang bersangkutan.
9. tidak menutup kemungkinan untuk mengalihtangankan penanganan masalah pada pihak lain yang lebih berkompeten.

Lebih jauh, keyakinan, pemahaman dan penghayatan yang diwarnai oleh kecenderungan afeksi itu dapat secara nyata diwujudkan dalam bentuk perlakuan-perlakuan itu antara lain ialah;
1. menerima kasus yang dipercayakan kepadanya dengan penuh rasa tanggung jawab.
2. mengembangkan wawasan tentang kasus itu secara lebih rinci, tentang kemungkinan seba-sebab timbulnya setiap permasalahan yang terkandung didalam kasus tersebut, dan kemungkinan akibat-akibat yang akan timbul apabila permasalahan tersebut berlarut-larut tidak tertangani.
3. mengembangkan strategi dan menerapkan teknik-teknik yang tepat untuk mengatasi sumber-sumber pokok permasalahan.
4. melibatkan berbagai pihak, sumber dan unsure apabila diyakini hal-hal tersebut akan membantu pemecahan masalah.
5. mengkaji kemajuan upaya pemecahan masalah; sampai berapa jauh upaya tersebut telah membuahkan hasil.
Dengan dilibatkannya unsure-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan yang mengacu pada hakikat keberadaan manusia sampai dengan pemahaman dan penanganan kasus, agaknya lengkaplah dasar-dasar penyikapan seseorang terhadap kasus yang dipercayakan kepadanya. Dasar-dasar penyikapan itu selanjutnya akan secara nyata terwujud dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling yang diwarnai oleh kepribadian dan keahlian guru pembimbing (konselor).

7. Penulisan Studi Kasus
a. sifat laporan studi kasus
sebenarnya tidak ada suatu pola penulisan kasus, tetapi beberapa prinsip umum yang harus diamati, meliputi :
1. penulisan kasus itu harus obyektif, sederhana, dan jelas. Walaupun penulisannya tertarik mempelajari kasus itu, namun jangan tampak uraian atau paparan yang bersifat pribadi. Deskripsi kasus itu haruslah seobjektif mungkin, dan interprestasinyapun tidak bersifat pribadi. Itu tidak berarti bahwa guru pembimbing harus menghindari interpretasi dan membuat kesimpulan, tetapi perlu diingat bahwa guru pembimbing perlu membedakan secara cermat antara fakta yang diperoleh dan interpretasi atau diagnosis berdasarkan pada fakta.
2. di dalam laporan suatu kasus gunakanlah pernyataan umum maupun ilustrasi kasus. Pernyataan umum tentang inteligensi, prestasi kasus, dan kepribadian akan lebih menyakinkan bila ada data lain yang medukungnya.
3. batasilah butir-butir yang tidak relevan.
b. Penerapan dan evaluasi treatment
beberapa saran berikut ini mungkin membantu menjelaskan problem :
1. seorang guru pembimbing tidak perlu berusaha menerapkan treatment untuk kesulitan-kesulitan yang secara keseluruhan di luar pengalaman. Jika guru pembimbing tetap berusaha melakukannya hal itu mungkin berakibat merugikan siswa. Jika problem siswa mengenai kesulitan belajar guru pembimbing harus dapat menawarkan kepada siswa hal-hal yang bernilai membantu dalam belajar. Guru pembimbing dapat juga mengatasi banyak problem yang atas kemauan sendiri, yang disebabkan oleh kurang minat, atau sesuatu perilaku yang kurang baik.
2. selama periode treatment, guru pembimbing harus menjaga catatan kemajuan bantuannya. Guru pembimbing; tidak perlu menggantungkan pada ingatannya tetapi sebaiknya mencatat sesegera mungkin setiap wawancara dengan siswa dan setiap pengamatan yang bermakna. Tidak semua apa yang ditulis dalam catatan itu akan dimuat dalam laporan kasus, tetapi catatan yang lengkap adalah dapat diramalkan membantu dalam membuat suatu laporan pada akhir periode treatment.
3. jika akan digunakan alat/teknik pengukuran diadakan seperti tes maka sebaiknya teknik atau tes itu dilakukan pada awal treatment diberikan, kemudian pada akhir treatment diadakan lagi pengukuran atau tes, untuk melihat perubahan atau kemajuan yang terjadi.
4. setelah selesai diberikan treatment atau bantuan maka sebaiknya perlu diamati untuk beberapa bulan agar kita menjadi yakin bahwa problemnya tidak kambuh lagi.
c. Isi Laporan Studi kasus
suatu pernyataan yang mungkin muncul dalam studi kasus ialah apakah treatment merupakan bagian prosedur yang harus diikuti sesudah studi kasus. Outline studi kasus di dalam literature pendidikan dan psikologi memberikan jawaban yang tidak konsisten. Artinya, sebagian studi kasus berakhir sampai dengan diagnosis, dalam laporan yang lain keberhasilan studi kasus itu meluas sampai dengan treatment. Meskipun demikian, dalam kenyataannya bahwa dalam studi kasus mengimplikasikan treatment. Setelah fakta dianalisa dan diagnosa tentative sudah diformulasikan, harus diikuti dengan treatment. Jika mungkin hal itu harus merupakan bagian dari catatan dalam studi kasus. Jikalau terjadi alih tangan kasus kepada spesialis lain seperti psikiatri maka catatan itu dituliskan dalam studi kasus. Jikalau kasusnya itu mengenai bantuan kesulitan belajar (learning difficulties) di sekolah, maka studi kasus itu akan lebih bermakna apabila disimpulkan dengan suatu laporan tentang sifat bantuan dan kemajuan murid selama mendapat bantuan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar